Dan malam ini pun dia tak dapat melihat bintang. Tetes-tetes air membasahi jendela rumahku. Hujan ini membuatku semakin larut dalam pikiranku. Aku menoleh kebelakang lagi.
Jauh sebelum aku mengenalnya. Dia bukan siapa-siapa. Aku pun pernah acuh padanya. Entahlah,aku merasa enggan. Disebuah kursi panjang, aku duduk sendiri. Menunggu sorang teman. Aku pikir dia juga tak pernah memikirkanku sebelum ini. Tapi aku tak tau semuanya berawal.
Kisah ini mengingatkanku pada sebuah frase "when someone loves you, the way they say your names is different". Aku tak kenal dia. Waktu itu, Dia biasa dimataku. Tak lebih. Tapi hari ini dia begitu bermakna. Entah kapan aku mulai merasakannya. Semuanya terjadi secara sadar dan otomatis.
Aku selalu menunduk malu. Sebuah senja ku tatap tegak dan aku masih belum menyadarinya. Menerka apa yang akan terucap dan akhirnya aku meyakinkan diriku. Dan akhirnya aku sadar. Dia berbeda. Tidak penting aku mengingat itu kapan, kami masih menyimpannya disini.
Ku rebahkan kepalaku dan aku terpejam. Pikirku sejenak berhenti. Jauh sebelumnya dia masih berjalan dijalannya. Aku pun sama. Sampai pada sebuah noktah dimana aku dipertemukan. Garis ku telah bersinggungan dengan garisnya. Mungkin entah berapa yang ku sakiti, tapi inilah takdirku. Aku tidak pernah berniat menyakiti siapapun.
Lamunanku berakhir pada titik penantianku. Menunggunya disini. Nanti pun akan seperti itu. Dan aku perlu menyiapkan diriku. Belajar menghargai. Menghormatinya. Seperti sebuah kalimat yang pernah ku baca. "Sebuah hubungan itu seperti pasir dalam genggaman. Jika pasir itu kita genggam terlalu erat,maka ia akan lepas melalui sela-sela jari kita. Tapi jika dipertahankan dengan longgar, dengan menghormati dan memberi kebebasan maka cinta akan tetap utuh".
1 komentar:
DOR! wakakakakakak
Posting Komentar
Tinggalkan jejak kaki disini