Recent Posts

Selasa, 31 Juli 2012

Episode: Relawan Pendidikan Di Desa Catur


Sore itu Kadek Wangi mengetok pintu posko Kuliah Kerja Nyata (KKN) kami di Desa Catur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Semangat belajar Kadek begitu tinggi.Tak hanya Kadek Wangi yang sore itu belajar kelompok. Ada 13 kelompok lainnya yang akan kami dampingi.

Program saya dan rekan-rekan dari Universitas Udayana dalam Kuliah Kerja Nyata di Salah satu desa di provinsi Bali ini adalah sebagai relawan pendidikan.

Menjadi relawan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Catur menjadi rutinitas saya dan rekan-rekan. Setiap harinya pada pukul empat sore murid-murid kelas lima  dan kelas enam  menunggu di sekolah sampai saya dan rekan KKN datang. Jika kami datang terlambat maka beberapa dari anak-anak tersebut akan menjemput ke posko tempat kami tinggal selama KKN berlangsung.

Sore itu saya mendapat giliran mengajar di kelas VI. Terdiri dari 31 siswa yang dibagi menjadi delapan kelompok. Begitu saya dan rekan-rekan masuk kelas, mereka sudah duduk rapi sesuai kelompok. Saya dapat giliran menemani dua kelompok yang terdiri dari tujuh orang siswa. Kadek Wangi salah satunya. Sore ini mereka mengerjakan tugas IPA tentang pertumbuhan manusia. Tugas yang harus mereka kerjakan adalah membuat artikel tentang pertumbuhan manusia sejak lahir sampai tua. Ada banyak hal yang kami bahas termasuk pengertian menstruasi dan mimpi basah. Kebetulan kelompok yang saya dampingi perempuan semua.

Saat menjelaskan mimpi basah, mereka pun antusias bertanya soal mimpi basah. Pertanyaannya mulai dari "Kak, mimpi basah itu bisa terjadi setiap bulan ya?"

Bahkan sampai dengan "Cewek bisa mimpi basah gak kak?"


Saya hanya tertawa kecil ketika mereka bertanya seperti itu dan berusaha menjelaskan agar mereka paham dan mudah menangkap penjelasan yang saya berikan.


Mengajar di SDN Catur sangat menyenangkan. Berbaur dan memberikan pengetahuan lebih kepada mereka memberi saya pengalaman yang luar biasa. Ini adalah pengalaman pertama saya mengajar anak-anak SD. Ternyata lebih susah dari dugaan saya. Ada nilai-nilai moral yang menjadi tanggungjawab pendidik untuk disampaikan kepada anak-anak ini.

SDN Catur ini sangat sederhana. Sekolah ini merupakan sekolah dasar satu-satunya di Desa Catur. Ruang kelasnya hanya ada enam buah. Kondisi anak-anaknya pun sederhana. Sebagian besar dari mereka berasal dari golongan menengah kebawah dengan pekerjaan utama orang tua mereka adalah petani jeruk atau kopi. Untuk menuju sekolah anak-anak SDN Catur harus menempuh jarak 2 Km. Mereka tempuh dengan berjalan kaki. Biaya pendidikan yang gratis  sangat berguna bagi anak-anak Catur. Mereka hanya perlu mengeluarkan biaya untuk seragam dan buku tulis. Sisanya ditanggung pemerintah.

Satu hal yang membuat saya prihatin adalah saat melihat kemampuan anak kelas 5 dan 6 dalam berhitung matematika yang masih sangat lemah. Sampai saat ini mereka masih mengeja untuk perkalian 10. Kondisi seperti ini yang mengantarkan kami untuk setiap hari memberi pelajaran tambahan perkalian di balai desa.

Ternyata menjadi guru SD itu tidaklah mudah. Berbagai pertanyaan yang “menjebak” terkadang diajukan siswa saat dijelaskan tentang sesuatu yang baru. Saya ingat ketika saya diminta mencari rumput teki di halaman sekolah karena murid-murid penasaran atas penjelasan saya mengenai rumput teki. Mereka tampak antusias bertanya rumput teki berfungsi untuk apa? Kepuasan di wajah mereka pun pun terlihat ketika saya bisa menunjukkan bentuk nyata dari rumput teki dan menjelaskan cara berkembangbiakannya.

Menjadi relawan pendidikan membuat saya mengerti pentingnya tugas seorang pendidik. Lebih dari sekedar memberi pelajaran lalu berlalu begitu saja. Membuat seorang siswa mengerti dan mendidiknya untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang diberikan untuk dirinya sendiri dan masyarakat adalah tugas penting lain dari seorang pendidik.

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak kaki disini