Sore itu Kadek Wangi
mengetok pintu posko Kuliah Kerja Nyata (KKN) kami di Desa Catur, Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli. Semangat belajar Kadek begitu tinggi.Tak hanya Kadek Wangi
yang sore itu belajar kelompok. Ada 13 kelompok lainnya yang akan kami
dampingi.
Program saya dan
rekan-rekan dari Universitas Udayana dalam Kuliah Kerja Nyata di Salah satu
desa di provinsi Bali ini adalah sebagai relawan pendidikan.
Menjadi relawan
pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Catur menjadi rutinitas saya dan
rekan-rekan. Setiap harinya pada pukul empat sore murid-murid kelas lima dan kelas enam menunggu di sekolah sampai saya dan rekan KKN
datang. Jika kami datang terlambat maka beberapa dari anak-anak tersebut akan
menjemput ke posko tempat kami tinggal selama KKN berlangsung.
Sore itu saya
mendapat giliran mengajar di kelas VI. Terdiri dari 31 siswa yang dibagi
menjadi delapan kelompok. Begitu saya dan rekan-rekan masuk kelas, mereka sudah
duduk rapi sesuai kelompok. Saya dapat giliran menemani dua kelompok yang
terdiri dari tujuh orang siswa. Kadek Wangi salah satunya. Sore ini mereka
mengerjakan tugas IPA tentang pertumbuhan manusia. Tugas yang harus mereka
kerjakan adalah membuat artikel tentang pertumbuhan manusia sejak lahir sampai
tua. Ada banyak hal yang kami bahas termasuk pengertian menstruasi dan mimpi
basah. Kebetulan kelompok yang saya dampingi perempuan semua.
Saat menjelaskan
mimpi basah, mereka pun antusias bertanya soal mimpi basah. Pertanyaannya mulai
dari "Kak, mimpi basah itu bisa terjadi setiap bulan ya?"
Saya hanya tertawa kecil ketika mereka bertanya seperti itu dan berusaha menjelaskan agar mereka paham dan mudah menangkap penjelasan yang saya berikan.
Mengajar di SDN
Catur sangat menyenangkan. Berbaur dan memberikan pengetahuan lebih kepada
mereka memberi saya pengalaman yang luar biasa. Ini adalah pengalaman pertama
saya mengajar anak-anak SD. Ternyata lebih susah dari dugaan saya. Ada
nilai-nilai moral yang menjadi tanggungjawab pendidik untuk disampaikan kepada
anak-anak ini.
SDN Catur ini
sangat sederhana. Sekolah ini merupakan sekolah dasar satu-satunya di Desa
Catur. Ruang kelasnya hanya ada enam buah. Kondisi anak-anaknya pun sederhana.
Sebagian besar dari mereka berasal dari golongan menengah kebawah dengan
pekerjaan utama orang tua mereka adalah petani jeruk atau kopi. Untuk menuju
sekolah anak-anak SDN Catur harus menempuh jarak 2 Km. Mereka tempuh dengan
berjalan kaki. Biaya pendidikan yang gratis
sangat berguna bagi anak-anak Catur. Mereka hanya perlu mengeluarkan
biaya untuk seragam dan buku tulis. Sisanya ditanggung pemerintah.
Satu hal yang
membuat saya prihatin adalah saat melihat kemampuan anak kelas 5 dan 6 dalam
berhitung matematika yang masih sangat lemah. Sampai saat ini mereka masih
mengeja untuk perkalian 10. Kondisi seperti ini yang mengantarkan kami untuk
setiap hari memberi pelajaran tambahan perkalian di balai desa.
Ternyata menjadi
guru SD itu tidaklah mudah. Berbagai pertanyaan yang “menjebak” terkadang
diajukan siswa saat dijelaskan tentang sesuatu yang baru. Saya ingat ketika
saya diminta mencari rumput teki di halaman sekolah karena murid-murid
penasaran atas penjelasan saya mengenai rumput teki. Mereka tampak antusias
bertanya rumput teki berfungsi untuk apa? Kepuasan di wajah mereka pun pun
terlihat ketika saya bisa menunjukkan bentuk nyata dari rumput teki dan menjelaskan
cara berkembangbiakannya.
Menjadi relawan
pendidikan membuat saya mengerti pentingnya tugas seorang pendidik. Lebih dari
sekedar memberi pelajaran lalu berlalu begitu saja. Membuat seorang siswa
mengerti dan mendidiknya untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang diberikan untuk
dirinya sendiri dan masyarakat adalah tugas penting lain dari seorang pendidik.
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak kaki disini